Jumat, 05 April 2013

Peran Komunikasi dalam Organisasi


Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi.Komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horisontal.(Sendjaja, S Djuarsa.1994).

PROSES KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Yang dimaksud dengan proses komunikasi adalah proses yang menggambarkan kegiatan komunikasi antar manusia yang bersifat interaktif, relasional, dan transaksional dimana komunikator mengirimkan pesan kepada komunikan melalui media tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu.
Sejalan dengan pendapat Gibson (1994) proses komunikasi terdiri dari lima unsur yakni:
1.    Komunikator;
2.    Pesan;
3.    Perantara;
4.    Penerima; dan
5.    Balikan.
Adapun Lasswell (1984), yaitu orang pertama yang mengajukan model proses komunikasi membuat formula sebagai berikut: Siapa, mengatakan apa, bagaimana caranya, kepada siapa, dan apa hasilnya. Sementara Berlo (1960) menggambarkan proses komunikasi terdiri dari tujuh elemen yakni:
1.    Sumber komunikasi;
2.    Pengkodean;
3.    Pesan;
4.    Saluran;
5.    Pendekodean;
6.    Penerima; dan
7.    Umpan balik.
Dalam konteks organisasi, proses komunikasi di atas yang digambarkan lewat model dapat disimpulkan bahwa, komunikasi merupakan aktivitas yang menghubungkan antarmanusia dan antar kelompok dalam sebuah organisasi. Komunikasi antar individu dan kelompok/tim dalam organisasi menciptakan harapan. Harapan ini kemudian akan menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus diemban untuk mencapai tujuan bersama/organisasi.
Agar pimpinan dapat mempengaruhi dan memotivasi para pekerja/karyawan agar secara bersama-sama mewujudkan tujuan organiasasi maka perlu dikembangkan sistem komunikasi yang efektif. Apabila komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya prestasi kerja dan kemudian akan memunculkan kepuasan kerja.

FUNGSI KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Sebuah organisasi akan bubar karena ketiadaan komunikasi. Coba bayangkan jika komunikasi tidak ada dalam organisasi? Para karyawan tidak akan tahu apa yang akan dikakukannya dan apa yang dikerjakan rekannya. Pemimpin tidak bisa memberikan instruksi dan menerima masukan dari bawahannya. Koordinasi tidak berjalan, kerja sama tidak terjadi, masing-masing orang tidak dapat mengkomunikasikan perasaannya, kebutuhannya, masalah yang dihadapinya dalam pekerjaan kepada rekannya/timnya, suvervisornya atau kepada pimpinannya.
Komunikasi merupakan aktivitas yang menghubungkan antar manusia dan antar kelompok dalam sebuah organisasi. Kalau berbicara tentang komunikasi organisasi maka yang terbayang adalah peranan dan status dari setiap orang dalam organisasi, karena peranan dan status itu juga menentukan cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Dalam masyarakat luas kita mengenali seseorang karena peran dan status yang beragam. Dalam organisasi keragaman tersebut dapat dilihat melalui pembagian kerja berdasarkan bakat dan kemampuan masing-masing orang dalam organisasi tersebut. Jika jenis dan pembagian pekerjaan demikian banyak, beragam, dan berbeda-beda, maka dibutuhkan sebuah jalinan.
Jalinan yang dimaksud di sini adalah komunikasi. Komunikasi antara seorang pimpinan dengan bawahan, antara bawahan dengan atasan, atau komunikasi sesama bawahan. Dalam komunikasi
organisasi ini dikenal dengan istilah Downward communication, Upward communication, dan Horizontal communication.
Menurut Scott dan T.R. Mitchell (1976) komunikasi mempunyai empat fungsi dalam organisasi, yakni:
1.    kendali (kontrol/pengawasan);
2.    motivasi;
3.    pengungkapan emosional; dan
4.    informasi.
Sebenarnya banyak sekali hasil penelitian para ahli yang menemukan fungsi komunikasi (pesan) dalam organisasi. Seperti pendapat Khan dan Katz yang mengatakan ada empat fungsi utama yaitu: yang berkenaan dengan produksi, pemeliharaan, penerimaan, dan pengelolaan organisasi.
Sementara Redding mengemukakan ada tiga alasan diperlukannya komunikasi dalam organisasai yakni:
1.    Untuk pelaksanaan tugas-tugas dalam organisasi;
2.    untuk pemeliharaan; dan
3.    untuk kemanusiaan.
Sedangkan menurut Thayer ada lima yaitu:
1.    untuk memberi informasi;
2.    membujuk;
3.    memerintah;
4.    memberi instruksi; dan
5.    mengintegrasikan organisasi.
Terakhir Greenbaumn mengemukakan bahwa fungsinya adalah
1.    mengatur;
2.    melakukan pembaruan;
3.    integrasi;
4.    memberikan informasi dan instruksi.
Tidak satupun dari masing-masing fungsi tersebut dilihat lebih penting dari pada fungsi lainnya. Setiap organisasi mempunyai hirarkhi wewenang dan panduan formal yang harus dipatuhi oleh para karyawannya. Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan setiap individu dan kelompok untuk membuat/mengambil keputusan.
Agar kinerja efektif masing-masing kelompok perlu mempertahankan berbagai kontrol terhadap anggotanya, merangsang dan memotivasi para anggota untuk bekerja, menyediakan sarana untuk mengungkapkan emosi, dan mengambil keputusan. Dapat disimpulkan bahwa setiap interaksi komunikasi dalam organisasi menjalankan satu atau lebih dari lima fungsi diatas.
Gaya komunikasi organisasi
Enam gaya komunikasi menurut Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss
1.    Gaya komunikasi mengendalikan
Gaya komunikasi mengendalikan (dalam bahasa Inggris: The Controlling Style) ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak - pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.


2.    Gaya komunikasi dua arah
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi The Equalitarian Style dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication).
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3.    The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk memengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4.    The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5.    The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6.    The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi. Berikut ini adalah tabel mengenai gaya komunikasi.
Jadi yang dimaksud dengan Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Komunikasi Organisasi juga dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasipemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi,dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkanke dalam tiga kategori:
1.    Komunikasi antar pribadi Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikaninformasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehinggadengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2.    Komunikasi kelompok  Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktorkelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikaninformasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3.    Komunikasi massa Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputicetak dan elektronik.

Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.    Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikatormemberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkantanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.    Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama,pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memilikiperan ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.    Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapatdipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih.Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif.

JARINGAN KOMUNIKASI

Menurut De Vito (1997), jaringan komunikasi adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain dalam organisasi. Jaringan organisasi ini berbeda besar dan strukturnya pada masing-masing organisasi, dan biasanya disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan organisasi tersebut.
Secara umum jaringan komunikasi dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1) jaringan komunikasi Formal
2) jaringan komunikasi Informal.
Dengan kata lain hubungan yang terjadi dalam organisasi dapat terjadi secara formal dan informal.
1) Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi diantara para anggota organisasi yang secara tegas telah direncanakan dan ditentukan dalam struktur organisasi formal. Komunikasi formal ini mencakup susunan tingkah laku organisasi, pembagian departemen atau tanggung jawab tertentu, posisi jabatan, dan distribusi pekerjaan.
Ada tiga bentuk arus komunikasi dalam jaringan komunikasi formal seperti yang tertera dalam struktur yakni:
1.    Downward communication yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a)    Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b)    Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c)    Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices) d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Ada 4 metode dalam penyampaian informasi kepada para pegawai menurut Level (1972):
a)    Metode tulisan
b)    Metode lisan
c)    Metode tulisan diikuti lisan
d)    Metode lisan diikuti tulisan
2.    Upward communication yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a)    Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.
b)    Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.
c)    Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
d)    Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit, yaitu
a)    Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka;
b)    Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai;
c)    Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai;
d)    Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.

3.    Horizontal communication yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a)    Memperbaiki koordinasi tugas;
b)    Upaya pemecahan masalah;
c)    Saling berbagi informasi;
d)    Upaya pemecahan konflik;
e)    Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
2) Komunikasi Informal adalah komunikasi yang terjadi diantara para anggota organisasi atas dasar kehendak pribadi, tanpa memperhatikan posisi/kedudukan mereka dalam organisasi. Informasi dalam komunikasi informal ini mengalir ke atas, ke bawah, atau secara horizontal, dan ini terjadi jika komunikasi formal kurang memuaskan anggota akan informasi yang diperlukan. Komunikasi informal disebut juga dengan grapevine (desas desus) cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang, atau kejadiankejadian di luar dari arus informasi yang mengalir secara resmi. Namun walaupun informasinya bersifat informal, grapevine ini bermanfaat bagi organisasi. Bagi pimpinan grapevine dapat menjadi masukan tentang perasaan karyawannya, sedangkan bagi sesama karyawan komunikasi informal ini bisa menjadi saluran emosi mereka. Agar komunikasi berjalan efektif maka diperlukan jaringan komunikas (network) baik yang bersifat formal maupun informal.




Daftar Pustaka:
Sendjaja, S Djuarsa.1994, Teori Komunikasi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
jihadi.staff.umm.ac.id/files/2010/01/2_komunikasi_organisasi.pdf
Lubis, Fatma Wardy. Peranan Komunikasi dalam Organisasi, Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2