I.
Pendahuluan
Organisasi memiliki tipe-tipe yang berbeda. Kebanyakan dari kita
pasti belum mengetahui tentang tipe-tipe dari organisasi tersebut. Dan juga,
setiap organisasi pasti mempunyai skema organisasinya masing-masing. Tak jarang
pula di dalam sebuah organisasi itu terdapat konflik. Baik konflik internal
maupun eksternal.
II.
Pembahasan
a.
Tipe dan Bentuk Organisasi
Dalam organisasi di Indonesia saat bermacam
-macam bentuk organisasi baik bersifat organisasi kemasyarakatan ,atau
organisasi partai politik.Bahkan dalam pemerintahan di katakan organisasi
beskala nasional.karena organisasi itu terdiri dari anggota dan pengurus.Di
dalam bentuk organisasi dapat kita bedakan sebagai berikut:
1.
Piramida Mendatar(flat)
Mempuanyai ciri-ciri diantaranya :
·
Jumlah satuan organisasi
tidak banyak sehingga tingkat-tingkat hararki kewenangan sedikit.
·
jumlah pekerja(bawahan) yang
harus dikendalikan cukup banyak
·
Format jabatan untuk tingkat
pimpinan sedikit karena jumlah pimpinan relatif kecil,di negara kita bisa kita
lihat misal nya organisasi kemiliteran.
2.
Piramida Terbalik
Organisasi piramida terbalik adalah kebalikan
dari tipe piramida terbalik adalah jumlah jabatan pimpinan lebih besar daripada
jumlah pekerja. Organisasi ini hanya cocok untuk organisasi-organisasi yang
pengangkatan pegawainya berdasarkan atas jabatan fungsional seperti
organisasi-organisasi/ lembaga-lembaga penelitian, lembaga-lembaga pendidikan.
3.
Type Kerucut
Type organisasi kerucut mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
·
Jumlah satuan organisasi
banyak sehingga tingkat-tingkat hirarki/kewenangan banyak.
·
Rentang kendali sempit.
·
Pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab kepada penjabat/pimpinan yang bawah/rendah
·
Jarak antara pimpinan tingkat
atas dengan pimpinan tingkat bawah terlalu jauh
·
Jumlah informasi jabatan
cukup besar.
Bentuk Organisasi
Dalam berorganisasi tentu mempunyai bentuk bentuk organisasi
1.
Bentuk organisasi staff
2.
Bentuk organisasi lini
3.
Bentuk organisasi fungsional
4.
Bentuk organisasi fungsional
dan lini
5.
Bentuk organisasi fungsional
dan staff
6.
Bentuk organisasi lini dan
staff
b.
Struktur atau Skema
Organisasi
Struktur Organisasi adalah susunan dan hubungan-hubungan antar
komponen bagian-bagian dan posisi-posisi dalam suatu organisasi,
komponen-komponen dalam tiap organisasi memiliki ketergantungan. Sehingga jika suatu
komponen baik. Maka akan berpengaruh pada komponen lainnya dan organisasi
tersebut.
Menurut Keith Davis ada 6 bagan bentuk struktur organisasi yaitu :
1. Bentuk Vertikal
Dalam bentuk ini, sistem organisasi pimpinan sampai organisasi
atau pejabat yang lebih rendah digariskan dari atas ke bawah secara vertikal.
2. Bentuk Mendatar /
Horizontal
Dalam bentuk ini, saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai
dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun atau digariskan
dari kiri kea rah kanan atau sebaliknya.
3. Bentuk Lingkaran
Dalam bentuk lingkaran, saluran wewenangnya dari pucuk pimpinana
sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari pusat
lingkaran ke aarah bidang lingkaran.
4. Bentuk Setengah
Lingkaran
Bagan Setengah lingkaran ialah bentuk bagan organisasi yang
saluran wewenang dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau
pejabat yang terendah disusun dari pusat lingkaran kea rah bidang bawah
lingkaran atau sebaliknya.
5. Bentuk Elliptical
Dalam bentuk ini, saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai
dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah digambarkan dengan pusat
Elips kearah bidang elips
6. Bentuk Piramid
terbalik
Dalam bentuk ini, saluran wewenang dari pucuk pimpinan sampai
dengan organisasi atau pejabat terendah digambarkan dalam susunan berbentuk
piramid terbalik.
Setiap bentuk bagan organisasi yang ada menggambarkannya dapat
dibalik, kecuali bagan lingkaran, bagan elips dan bagan sinar. Bagan pyramid
dapat disusun dari bawah kea rah atas, bagan mendatar dapat disusun dari kanan
kea rah kiri, bagan menegak (Vertikal) dapat disusun dari bawah ke atas, bagan
setengah lingkaran dapat di susun dari pusat lingkaran ke arah bidang atas
lingkaran, bagan setengah elips dapat disusun dari pusat elip kea rah bidang
atas elip. Dalam bagan lingkaran, bagan elip dapat pula digambar satuan
organisasi atau pejabat yang lebih rendah kedudukannya terletak di atas, tetapi
ini semua tidak mengubah jenjang ataupun kedudukan yang sesungguhnya. Hal ini
dikemukakan pula oleh Keith Davis sebagai berikut :
“Perubahan-perubahan
penggambaran bagan kadang-kadang diterima untuk menggalakan pertalian kedudukan
atasan bawahan dari kebiasaan bagan-bagan organisasi, tetapi perubahan-perubahan
ini tidak mengubah keadaan kedudukan yang sebenarnya. Termasuk di dalamnya
perubahan-perubahan bagan mendatar, lingkaran, setengah lingkaran, elips dan
piramida terbalik.”
Macam-macam Skema Organisasi
o
Berdasarkan teknik atau cara membuatnya :
· Skema organisasi
Tegak Lurus dari atas kebawah
· Skema organisasi
Mendatar dari kiri kekanan
· Skema organisasi
gabungan Tegak Lurus dan Mendatar
· Skema organisasi
Lingkaran
· Skema organisasi
Gambar
o
Berdasarkan isi atau fungsi didalamnya :
·
Skema Organisasi Fungsional
Menjelaskan tentang letak dari fungsi-fungsi tugas dalam
hubungannya dengan fungsi-fungsi yang lain dan saling berkaitan antara satu
dengan yang lain.
·
Skema Organisasi Jabatan
Menjelaskan tentang garis wewenang yang harus dianut sesuai dengan
jabatan masing-masing, tetang cara bekerja, apa yang harus ia lakukan dan
pencapaian yang ia dapatkan.
·
Skema Organisasi Nama
Menjelaskan tentang garis wewenang yang harus dianut sesuai dengan
nama-nama para pejabat yang bersangkutan, yang mengejarkan pekerjaan sesuai
dengan bidangnya
·
Skema Organisasi Nama dan Jabatan
Menggabungkan antara masing-masing jabatan dengan masing-masing
nama para pejabat dalam suatu organisasi.
·
Skema Organisasi Struktur
Menjelaskan tingkatan jenjang antara unit-unit dalam organisasi
tersebut, dan juga fungsi-fungsi antara bagian-bagian itu satu sama lain yang
saling berhubungan dan juga saling membantu
c. Konflik
Organisasi
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
1. Definisi
konflik
Ada beberapa pengertian konflik
menurut beberapa ahli.
o
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di
antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
o
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat
menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik.
Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan
atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
o
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
o
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif
yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada
tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan
individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
o
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi
antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling
tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
o
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi
hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut.
Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan
menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
o
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan
individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam
pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih
individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules,
1994:249).
o
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui
perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
o
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni
tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan
yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341)
o
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan
yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda
– beda (Devito, 1995:381)
§
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan
konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan
bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan
konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
·
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan,
dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang,
dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
·
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di
dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus
dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
·
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini
disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum
secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap
semangat, kritis – diri, dan kreatif.
§
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392)
membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view)
dan pandangan modern (Current View):
·
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa
konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan
organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan
oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan
kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan
konflik.
·
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,
persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja
organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang
optimal untuk mencapai tujuan bersama.
§
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin
dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
·
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang
buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik
karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi.
Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan
pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah
terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok
atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh
karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
·
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan
bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi
logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana
meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak
merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap
sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu
hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk
membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja
organisasi.
§
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
·
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi.
Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung
komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.
Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya
mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan
makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak
hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti
dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart
& Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya
saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga
diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak
diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
·
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi
sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan
bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu
kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi
juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak
yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik
yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana
cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
2. Teori-teori
konflik
Ada tiga teori konflik yang
menonjol dalam ilmu sosial.
·
Teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialis.
·
Teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas
·
Teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
3. Faktor
penyebab konflik
·
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan
perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
4. Jenis-jenis
konflik
Menurut Dahrendorf, konflik
dibedakan menjadi 4 macam :
·
konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya
antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
·
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar
gank).
·
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi
melawan massa).
·
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
·
konflik antar atau tidak antar agama
·
konflik antar politik.
5. Akibat
konflik
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
·
Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
·
Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
·
Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,
benci, saling curiga dll.
·
Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
·
Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
·
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh
konflik
·
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak
terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik
Israel dan Palestina.
·
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh
konflik bersejarah lainnya.
·
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini
termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik
di Kazakhstan.
6. Contoh
Nyata Organisasi yang Ada di Lingkungan
III.
Kesimpulan
Setiap organisasi pasti memiliki tipe dan struktur yang
berbeda-beda. Namun, pada hakekatnya mereka memiliki maksud yang sama, yaitu
mempererat tali silahturahmi dan komunikasi antar anggotanya. Dalam organisasi
pasti juga ada konflik. Baik internal maupun eksternal. Sebagai anggota dari
organisasi tersebut kita harus bisa menyikapi konflik-konflik yang ada dengan
bijaksana.
IV.
Sumber Bacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar