BUDAYA
ORGANISASI
Annisa A. Dwinuri
10111948
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala
sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari
yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah
diraihnya dari masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah
organisasi : para pendirinya. Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki
pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi
tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya.
Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih
jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi.
Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara, pertama pendiri hanya
merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan
mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir
dan berprilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri bertindak sebagai
model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan dengan
demikian menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila
organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor
penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri
jadi melekat dalam budaya organisasi.
PENGERTIAN BUDAYA
ORGANISASI
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang
dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dengan
organisasi-organisasi lainnya. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap
aktifitasnya mencermintak sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya,
baik cara berpikir, memandang sebuah permasalahan, pengambilan keputusan, dan
lain sebagainya.
Beberapa ahli
mengemukakan pendapatnya tentang budaya organisasi, diantaranya :
·
Robbins (1999:282) semua organisasi
mempunyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar
perilaku yang dapat diterima dengan baik maupn tidak untuk para karyawan. Dan proses
akan berjalan beberapa bulan, kemudia setelah itu kebanyakan karyawan akan
memahami budaya organisasi mereka seperti bagaimana berpakaian untuk kerja dan
lain sebagainya.
·
Gibson (1997:372) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang
ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan
efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma yang
dianut.
TINGKATAN BUDAYA ORGANISASI
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam
sebuah organisasi, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang
tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996:85) mengklasifikasikan budaya organisasi
dalam tiga kelas, antara lain:
·
Artefak : merupakan aspek-aspek budaya
yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari
budaya organisasi.
·
Nilai-nilai yang mendukung : nilai adalah
dasar titik berangka evaluasi yang dipergunakan anggota organisasi untuk menilai
organisasi, perbuatan, situasi, dan hal-hal lain yang ada dalam organisasi.
·
Asumsi Dasar : keyakinan yang dimiliki
anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain, dan
hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka.
Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196) dalam studinya yang melanjutkan
penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai
topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu:
·
Artefak : merupakan aspek-aspek budaya
yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari
budaya organisasi.
·
Perspektif : aturan-aturan dan norma yang
dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan
situasi-situasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
·
Nilai : nilai ini lebih abstrak
dibandingkan perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi
dalam menjalankan misinya.
·
Asumsi : asumsi ini seringkali tidak
disadari lebih dalam dari artefak, perspektif, dan nilai.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok
atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha
(1997:21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu
1.
Sebagai identitas dan citra suatu
masyarakat
2.
Sebagai pengikat suatu masyarakat
3.
Sebagai sumber
4.
Sebagai kekuatan penggerak
5.
Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai
tambah
6.
Sebagai pola perilaku
7.
Sebagai warisan
8.
Sebagai pengganti formalisasi
9.
Sebagai mekanisme adaptasi terhadap
perubahan
10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga
terbentuk nation-state
Sedangkan menurut Robbins (1999:294)
fungsi budaya dalam sebuah organisasi adalah:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
2. Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
TIPOLOGI BUDAYA ORGANISASI
Ada beberapa tipologi budaya organisasi.
Kotter dan Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi
tiga, yaitu budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan
strategik; dan budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat
dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya
organisasi yang kuat ini, nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke
dalam semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk
mengikutinya. Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang
kuat cenderung tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Sejalan dengan itu, Robbins (1990)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah budaya dimana
nilai-nilai inti dipegang secara intensif dan dianut besama secara meluas. Makin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka
pada nilai-nilai itu, maka makin kuat pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi
yang berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jati
diri organisasi tidak begitu menonjol dan kemungkinan besar nilai-nilai yang
dianutpun berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan kebijakan
pimpinan yang baru.
Jenis budaya yang cocok secara strategik
memiliki perspektif yang menegaskan tidak ada resep umum untuk menyatakan
seperti apa hakikat budaya yang baik itu, hanya apabila “cocok” dengan
konteksnya. Konteks itu dapat berupa kondisi objektif dari organisasinya,
segmen usahanya yang dispesifikasi oleh strategi organisasi atau strategi
bisnisnya sendiri. Konsep kecocokan sangat bermanfaat khususnya dalam
menjelaskan perbedaanperbedaan kinerja jangka pendek dan menengah. Esensi
konsepnya mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi. Oleh
karena itu, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokan tuntutan-tuntutan
spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
Budaya adaptif didasari pemikiran bahwa
organisasi merupakan sistem terbuka dan dinamis yang dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Untuk dapat meraih sukses dalam lingkungan yang
senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting dan
melakukan penyesuaian secara cepat. Budaya organisasi adaptif memungkinkan
organisasi mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi tanpa harus
berbenturan dengan perubahan itu sendiri.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan
karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan perilaku
yang harus dipenuhi
- Norma-norma
- Nilai-nilai yang dominan
- Filosofi
- Aturan-aturan
- Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi
tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa
unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis
organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang
menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
- Inisiatif individu
- Toleransi terhadap risiko
- Pengarahan
- Integrasi
- Dukungan manajemen
- Pengawasan
- Identitas
- Sistem penghargaan
- Toleransi terhadap
konflik
- Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh
inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung
jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam
artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya,
seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya
dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan
seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan
mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan
kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber
daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam
bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan
dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit
di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen,
dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas,
bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan
dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari
perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang
loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan
tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam
budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi)
berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi
terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar
bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir
adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap
perusahaan.
Daftar Pustaka
Schein, E. H. (Inggris)Organizational
Culture and Leadership, San Fransisco: Jossey-Bass, 1985. hal. 168
Luthans Fred, (2006), Perilaku Organisasi,
Andi Yogyakarta.
Sutrisno Edy, (2010), Budaya Organisasi,
Kencana Prenada Media Group Jakarta.
Mangkunegara Anwar Prabu, (2008), Perilaku dan Budaya Organisasi, Refika Aditama Bandung
Schein, E. H. (Inggris)"the
Role of the Founder in Creating Organizational Culture," The Leader of the
Future, San fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
Schein, E. H. (Inggris)"Leadership
and Organizational Culture," The Leader of the Future, San Fransisco:
Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
URL : http://www.psychologymania.com/2013/01/tipologi-budaya-organisasi.html
3 Juli 2013 (19.47)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar