Sabtu, 03 Januari 2015

Contoh Kasus Telematika

Contoh Kasus Telematika 1:
Terbongkarnya skandal penyadapan terhadap Presiden, Ibu Negara, dan sejumlah menteri membuat  hubungan Indonesia-Australia kembali mengalami ketegangan. Sebuah situasi yang sebenarnya sangat disayangkan ketika dua negara ini sedang berada dalam hangatnya persahabatan sebagai tetangga.

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi presiden, Canberra menunjukkan iktikad baiknya dengan kehadiran Perdana Menteri John Howard di acara pelantikan, suatu tradisi baru yang positif. Presiden SBY pun diundang untuk berbicara di Parlemen Australia, sebuah undangan yang sangat terhormat dari sedikit kepala negara terpilih yang pernah diundang pada era pertama pemerintahan Kevin Rudd.

Ketika PM Julia Gillard terpilih, ia pun memilih Indonesia sebagai negara yang pertama ia kunjungi sebagai kepala pemerintahan. Dan, tradisi inipun dilanjutkan oleh penerusnya yakni perdana menteri yang baru, Tony Abbot, baru-baru ini. Dapat dikatakan bahwa pemerintahan SBY saat ini adalah pemerintah yang paling dekat hubungannya dengan Australia sejak era Paul Ketting dan Pak Harto.


Namun, hubungan tersebut akhir-akhir ini berada di titik terendah lagi setelah pemerintah Koalisi Liberal pimpinan Perdana Menteri Tony Abbot diam seribu bahasa terhadap isu penyadapan yang dilakukan atas perintah sekutu mereka, Amerika Serikat. Publik negara Australia pun terpecah.  Ada yang mengecam terutama dari pihak oposisi, yang melihat seharusnya Indonesia didekati sebagai mitra strategis, tetangga terdekat dari utara, pemimpin ASEAN, dan negara yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar di Asia selain Cina dan India. Pendapat pertama ini datang dari akademisi kritis dan pendukung partai oposisi yakni Partai Buruh.

Ada yang menganggap penyadapan adalah hal yang biasa dan wajar, sewajar seperti hidup bertetangga yang dimaklumi jika tetangga ingin tahu apa yang dilakukan tetangga sebelah. Pendapat terakhir ini adalah kira-kira suara pendukung partai koalisi yang sedang berkuasa. Sikap kedua inilah yang dipilih Pemerintah Australia saat ini.

Sikap Pemerintah Australia ini menunjukkan bukti bahwa Australia bukanlah partner yang setara dalam diplomasi, bukan pula tetangga yang baik, tetapi Australia adalah wakilnya polisi dunia Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik. Tanggapan PM Tony Abott yang cenderung menganggap peristiwa ini sebagai kewajaran adalah juga bukti bahwa Australia bukanlah Asian looking country, tetapi orang Barat yang tinggal di kawasan selatan. 

Ini juga bukti bahwa masih ada kecurigaan yang besar terhadap Indonesia yang dianggap mengancam Australia di benak pengambil kebijakan di negeri kangguru itu. Tetapi, tentulah mereka tidak tahu bahwa sikap itu justru merugikan mereka.
 
Kepentingan Australia akan terhambat jika Pemerintah Indonesia berani keras dalam isu manusia perahu, misalnya. PM Abbot dalam kampanye selama pemilu yang lalu selalu menjanjikan menyelesaikan masalah imigran gelap yang menggunakan perahu ini sebagai kebijakan yang harus dituntaskannya. Nah, untuk itulah mengapa Indonesia penting bagi Australia.

Dengan adanya kasus ini tentu saja Australia akan kesulitan bernegosiasi dengan Indonesia untuk mencegah para imigran gelap memasuki wilayah mereka. Mau tidak mau, Pemerintah Australia harus melibatkan Indonesia dalam masalah ini.

Kepentingan yang lain adalah kepentingan dagang. Indonesia adalah pasar utama peternak sapi Australia. Ketika Kementerian Pertanian membatasi kuota impor daging sapi, peternak Australia mengalami kerugian yang besar.

Kepentingan Indonesia yang paling besar dengan Australia adalah masalah stabilitas dan dukungan politik dalam menyelesaikan masalah konflik di Papua. Isu Papua adalah isu yang mudah bagi Pemerintah Australia untuk dijadikan kartu truf penting yang bisa dimainkan dalam perundingan-perundingan penting dengan Indonesia. Bisa dikatakan isu Papua inilah yang menjadi ganjalan utama bagi Indonesia dalam perundingan-perundingan internasional.

Sikap Pemerintah Indonesia yang menggalang kekuatan bersama negara lain seperti Jerman yang juga dirugikan dalam kasus penyadapan ini patut diapresiasi. Kasus ini harus dikapitalisasi agar menjadi concern bersama dunia internasional untuk mendesak Pemerintah Amerika dan sekutunya tidak hanya berkata halus di meja diplomasi namun menelikung di luar.

Presiden harus turun tangan untuk mendesak Pemerintah Australia meminta maaf dan jika tidak, Indonesia berhak mengusir dubes Australia di Jakarta sebagai reaksi keras akan masalah ini.  Penarikan Dubes RI di Canberra patut kita apresiasi.

Reaksi akan penyadapan ini harus pada level presiden bukan pada level menlu apalagi juru bicara. Presiden jangan sampai dikritik hanya berani pada isu pribadi seperti isu Bunda Putri ketimbang isu publik yang menyangkut kedaulatan negara.

Contohlah Angela Markel, wanita kanselir dari Jerman. Dia dengan tegas meminta klarifikasi Inggris dan Amerika akan isu penyadapan ini. SBY sebenarnya punya modal yang kuat untuk berani mendesak Australia dan menyadarkan publik Australia bahwa Indonesia bisa marah jika tetangganya berlaku bak asisten sherif di Asia. Tentu saja bahasa konfrontasi seribu persen penting untuk bahasa diplomasi bukan saja untuk masalah pribadi. 
Tanggapan Contoh Kasus 1:
Kasus ini menimbulkan banyak tanggapan dari masyarakat Australia maupun Indonesia.selain menimbulkan banyak tanggapan, kasus ini juga membuat hubungan antara kedua negara menjadi terganggu. Namun seiring dengan makin berkembangnya teknologi, maka akan ada kasus seperti ini. Banyak pihak yang akan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mendapatkan informasi, terlebih lagi informasi mengenai keamanan negara lain. maka sebaiknya, setiap negara harus dapat menjaga kerahasiaan informasi negaranya agar tidak mudah didapatkan oleh negara lain.

Contoh Kasus Telematika 2:
MAKASSAR,KOMPAS.com-Pakar hukum telematika menilai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional, Prita Mulyasari, tidak bersalah.
“Setelah melakukan analisis pada surat Prita, menurut saya tujuan tersangka dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum dengan menyampaikan nasihat untuk berhati-hati dengan pelayanan rumah sakit,” kata Ronny, M.Kom,M.Hum, di Makassar, Minggu (7/6).
Menurutnya, pesan yang disampaikan untuk kepentingan umum telah ditegaskan dalam Pasal 310 ayat 3 KUHP yang menyebutkan bahwa “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”

Muatan kepentingan umum tersebut, kata dia, tergambar jelas dalam surat Prita yang menunjukkan bahwa tersangka bermaksud menyampaikan nasihat kepada teman-temannya agar berhati-hati. Dia menilai, tulisan Prita juga merupakan keluh kesah kepada teman-temannya atas apa yang dialami. “Itu dilakukan dengan tujuan menenangkan diri atau mengurangi kekecewaan dengan cara mengekspresikan lewat tulisan yang dikirim ke sejumlah orang dalam jumlah terbatas,” katanya.

Ronny sangat yakin Prita bukan orang yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang komputer dan internet. “Dia tidak menyangka bahwa surat yang dikirimnya ke milis (mailing list) bisa dibaca oleh orang yang bukan anggota milis tersebut,” ujar salah seorang saksi ahli judicial review UU ITE tersebut.

Sementara itu, terkait kata penipuan dalam judul surat Prita, Ronny mengatakan, hal itu adalah fakta yang diungkapkan ibu dua anak tersebut atas kejadian yang dialaminya. “Penipuan yang dimaksud yakni tidak diperolehnya informasi hasil laboratorium, kebohongan dokter dan pihak RS, diagnosis yang salah serta efek samping yang terjadi,” kata Ronny.

Namun, Ronny menyayangkan Prita tidak melakukan tindakan hukum dengan melaporkan kerugian yang dideritanya kepada pihak kepolisian sebagai perbuatan pidana. “Padahal, pelanggaran tindakan medis RS OMNI terhadap Prita bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” kata Ronny.

Tanggapan Kasus Telematika 2:
Pada kasus kali ini, mungkin Prita tidak bermaksud untuk mencemarkan nama baik pihak terkait. Karena Prita hanya ingin membagi apa yang telah dialaminya setelah menajalani perawatan di rumah sakit tersebut.

Contoh Kasus Telematika 3:
Kembali pada kasus aksi deface yang dilakukan oleh pemuda berinisial 'W' asal jember ini yang dalam dugaan saya memanfaatkan celah pada pengelolaan domain yang dimiliki oleh www.presidensby.info, yang informasinya bisa diambil dari berbagai situs whois domain di internet dan didapati bahwa domain tersebut dikelola oleh pihak ketiga di luar dari pengelola situs tersebut. 

Bahasa teknis DNS Poisoning yang biasa digunakan dalam tehnik ini, sejatinya sudah bukan barang baru. Tetapi kembali lagi bahwa celah keamanan pada sistem ini di-handle oleh pihak pengelola domain yang 'disewa' oleh pembuat situs. 

Pihak Kepolisian yang cepat dalam bergerak juga di sisi lain wajib mendapat penghargaan dengan segala SDM yang sudah mampu melakukan tracking dengan cepat. 

Tetapi tetap perlu dikritisi untuk lebih jeli melihat karakter dunia cyber yang tentunya mempunyai karakter khusus. Karena mereka pastinya tidak bisa menyatakan arogansi dalam kasus ini karena implikasinya akan membangkitkan keusilan lain yang dapat berakibat fatal bagi berbagai pihak yang dirugikan.

Jika melihat pernyataan dari berbagai pihak baik dari konsultan IT hingga para pakar yang mengatakan bahwa situs tersebut tidak di-deface ataupun di-hack, tentunya para pihak yang berwajib harus bisa secara jelas membuktikan bahwa memang situs tersebut memang mempunyai log atau bukti yang jelas, bahwa niat pelaku memang ingin melakukan hacking terhadap situs tersebut atau sekedar aksi 'force brute' untuk sistem di third party sebagaimana disebutkan di atas.

Di sisi lain, para politikus di DPR dan pemerintah juga harus konsisten menjalankan aturan yang telah dibuat tanpa pengecualian terutama dalam penggunaan domain secara resmi. Dan tentu, Kementerian terkait seperti Kominfo harus lebih aware terhadap hal ini dan tidak sekedar menjadi 'pemadam kebakaran' semata.
Tanggapan Kasus Telematika 3:
Banyak orang yang melakukan peretasan ini. Ada yang bermaksud untuk mendapatkan uang, namun ada pula yang hanya ingin merasakan sensasi kepuasaan saat berhasil meretas suatu website atau sistem. Namun kali ini, pemuda berinisial W ini berhasil meretas website presiden dan sialnya ketahuan oleh pihak yang berwajib. Dan sebaiknya suatu website, terutama website yang berbau politik dan kenegaraan harus memiliki sistem keamanan yang kuat agar tidak mudah diretas oleh pihak-pihak tertentu.

Sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar